![]() |
Pewarta Tribun , Para orangtua mesti semakin hati-hati menjaga dan melindungi anak-anaknya. Sebab, polisi menangkap dua orang tersangka pengedar dan penyuplai obat- obatan keras berbahaya bahkan mematikan, Somadril jenis PCC (Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol).
Mereka adalah Jawasdin Purba (59) dan Erwin (55). Keduanya mengedarkan pil membidik pelajar sebagai konsumen, dengan menjual pil harga murah, Rp 10 ribu per butir.
"Peredaran pil PCC yang sempat viral ini ternyata ada beredar di Kota Medan. Dan ini sudah berlangsung lama. Sasarannya, mulai dari pelajar hingga orangtua," kata Kasat Narkoba Polrestabes Medan, AKBP Ganda Saragih didampingi Wakasat Kompol Yudi Frianto, Jumat (22/9).
Tersangka Jawasdin yang diwawancarai Tribun sempat berdalih belum lama mengedarkan pil PCC ini. Kata Jawasdin, ia baru empat bulan beroperasi. Pelanggannya itu lebih banyak dari kalangan tertentu. "Mereka sering datang ke saya," ungkap Jawasdin.
Ditanya berapa omzet penjualan obat ini perhari, Jawasdin mendadak bungkam setelah dilirik Erwin, di sampingnya. Ia berulangkali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Pengungkapan ini dilakukan personel Idik II Satres Narkoba Polrestabes Medan. Setelah keduanya diperiksa, terungkap peran masing-masing. Tersangka Jawasdin Purba bertindak sebagai tim pemasaran. Adapun Erwin merupakan pemasok yang juga pemilik apotek Gunung Mas di Jalan Krakatau, Medan Timur.
Ganda menjelaskan, penangkapan ini berawal dari temuan Unit Idik II terkait peredaran PCC di kawasan Mandala. Dari pengumpulan data dan saksi di lapangan, diketahuilah siapa pengedar obat keras ini.

Berdasarkan keterangan Jawasdin, diketahui alur pemasokan obat keras itu bersumber dari Erwin. Kebetulan, Erwin menjual berbagai obat di apoteknya, termasuk obat keras yang peredarannya sudah ditarik pemerintah.
"Dari pengakuan tersangka JP, ia membeli obat PCC itu perbutirnya Rp 7.000. Kemudian, pil itu akan dijual seharga Rp 10.000," ungkap Ganda.
Dari hasil pengembangan dan penggeledahan di apotek Erwin, disita ribuan pil PCC yang masih dikemas rapi. Jumlah barang bukti yang disita sebanyak 2.000 butir.
"Ada lagi obat lain yang kerap digunakan para pelaku narkoba untuk bahan campuran. Salah satu jenis obat yang kami temukan adalah Ketamine," ungkap Ganda.
Ia mengatakan, dari hasil penyelidikan sementara, obat yang sudah beredar ditaksir jutaan butir. Sebab, sejak pertengahan tahun 2013 silam, Erwin sudah melakukan bisnis obat keras ini.
Bahkan, pria berkulit kuning langsat tersebut sudah pernah diproses Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan karena kasus yang serupa. Pria berambut pendek ini pun pernah divonis pengadilan melanggar undang-undang peredaran obat.
"Sudah pernah divonis, dan ternyata terulang kembali kami tangkap," ungkap Ganda.
Dari hasil penyelidikan pihak Satuan Reserse Narkoba Polreatabes Medan, pil PCC ini kerap digunakan oleh orang stres. Menurut Ganda, bila orang normal mengkonsumsi ini secara berlebih, maka dampaknya akan lebih parah dari orang stres biasa. "Bisa dua kali lipat dari orang stress pakai ini. Seperti orang gila," ungkap Ganda.
Obat Mematikan Gratis
Peredaran pil PCC menghebohkan awal bulan ini. Pada 13 September lalu, Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggaran di Kendari mengungkapkan terdapat 76 korban mengonsumsi pil PCC. Sebanyak 68 orang sempat dirawat di rumah sakit, dan empat orang meninggal dunia.
Korban sebagian besar remaja, namun ada beberapa orang dewasa. Sejumlah remaja di Kendari, Sulawesi Tenggara bertingkah laku seperti zombi (mayat hidup) usai mengonsumsi pil yang belakangan diketahui bernama pil PCC (Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol).
Pil PCC adalah obat yang berasal dari campuran paracetamol,
caffeine, dan carisoprodol. Pil memang memiliki efek samping yang bisa membahayakan jiwa. Pil PCC ini sebenarnya legal dan pembeliannya harus menggunakan resep dokter.
Pil PCC dibuat pada zaman perang. Gunanya, untuk mengantisipasi korban perang, ataupun tentara stres. Sehingga, ketika digunakan orang normal, maka akan timbul perilaku aneh, seperti orang kesurupan.
Kamis lalu, AR (16 tahun), seorang remaja pengonsumsi PCC, meninggal setelah sembilan hari dirawat. Korban adalah siswa SMA yang dikenal ramah. AR menjadi korban ganasnya tablet PCC, hingga harus merenggut nyawanya. Setelah kurang lebih sembilan hari menjalani rawat inap di tiga rumah sakit berbeda, AR harus menghembuskan nafasnya pada Kamis (21/9). AR tinggal di BTN 1 Anggoeya, Kelurahan Anggoeya, Kecamatan Poasia, Kota Kendari.
Kabid Pemberantasan BNN Kota Kendari, Rendi Iswandi, mengungkapkan keluarga korban menyampaikan sebelumnya AR meminum sebanyak 6 butir tablet PCC yang dicampurkan dengan minuman ale-ale.
RS (55), ibu korban menceritakan, pada Minggu (10/9) lalu, anaknya pamit untuk keluar bersama temannya. Kemudian, buah hatinya itu pulang di rumah mengeluh mual dan lemas. Anaknya juga sempat mengeluh sakit pada bagian dada dan sesak nafas.
Dia menuturkan, anaknya sempat dirawat selama dua hari di rumah, namun tidak ada perubahan. Selanjutnya, dia berinisiatif membawa anaknya ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari. Setelah itu dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara, dan terakhir dirawat di Rumah Sakit Bahteramas sampai dinyatakan meninggal dunia.
"Saya yakin dia dikasih gratis itu obat. Karena waktu mau keluar dari rumah, saya cuma kasih dia uang Rp 2.000. Dan memang dia tidak pernah minta uang banyak," kata RS dikutip Tribun Medan dari Kompas.com.
Arwina, guru AR, mengatakan bahwa AR merupakan sosok yang sangat supel dalam pergaulan sehari-hari, baik kepada rekan sebaya maupun kepada guru. "Dia tidak pernah melanggar aturan sekolah, selalu patuh, anaknya tidak neko-neko," kata Arwina saat ditemui di Ruang Guru, Jumat (22/9).
Resep Dokter
Dalam menjalankan bisnis gelapnya ini, tersangka Erwin memaketkan pil PCC ke dalam plastik transparan. Tiap klip plastik transparan berisi 10 butir pil PCC. "Tiap paketan pil ini berharga Rp100 ribu. Karena satu butir pil dijual Rp10 ribu," ungkap Ganda.
Untuk mengelabui masyarakat, Erwin sengaja memisahkan pil PCC dari kemasan aslinya. Sehingga, ketika pengguna pil PCC terkena razia, petugas yang tidak paham akan bahaya obat itu akan mengira pil tersebut dari dokter.
"Masyarakat juga perlu tahu, jadi banyak beragam obat keras yang dijual di apotek. Memang sah-sah saja dijual selagi ada resep dari dokter," ungkap Ganda. Untuk melihat obat keras yang mengandung senyawa menyerupai narkoba bisa dilihat pada label di tiap kemasan.
"Obat keras yang memiliki senyawa seperti narkoba itu ada logo lingkaran bulatnya yang di tengahnya berlambang salib merah. Obat seperti inilah yang harus diketahui masyarakat luas," kata Ganda.
Soal peredaran pil PCC tadi, Erwin mendapatkannya dari oknum.
"Obat ini disalurkan oleh freelance. Namun, jika kita lihat dari bentuk fisiknya, ini buatan pabrikan. Beda dengan temuan obat di Jawa Tengah yang bahannya diracik sendiri," kata Ganda.
Ditanya mengenai apakah ada kemungkinan polisi menindak pabrik pembuat pil PCC, Ganda meminta waktu untuk melakukan penyelidikan. "Untuk menindak dan menangkap orang itukan perlu bukti. Jadi kami masih mendalami itu," katanya.
Adapun jumlah dan jenis obat yang disita yakni 1944 butir pil PCC, 1170 butir THCL, 137 Atarax, 30 butir Prisium, 4 buah ampul Fentanyl, 10 butir Tramadol, 12 butir Librax, 10 butir Alpraszolam, dan 8 butir Codifront.
Dalam kasus ini, Jawasdin dan Erwin, dijerat pasal 197 Jo 106 ayat (1) dari UU No36 tahun 2009 tentang kesehatan dan atau pasal 204 ayat (1) KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara.
Selain pil PCC ini, kalangan remaja khususnya anak jalanan juga kerap mengkonsumsi obat sejenis seperti Dextromethorpan, Trihex dan Zenith. Obat-obat seperti ini kadangkala diracik dan diminum anak jalanan secara sekaligus untuk menimbulkan efek halusinasi.
Sayangnya, pengawasan obat-obat seperti ini oleh BBPOM jarang sekali dilakukan.
No comments:
Post a Comment