Pewarta tribun pemaparan tulisan ini, anda dapat mengambil kesimpulan sendiri:
1. Mengapa Suu Kyi bungkam?
2. Anda akan tahu konflik ini tidak hanya berlatar belakang etnis tetapi juga berlatar belakang motif ekonomi atau tepatnya fulus para Jenderal Junta Militer Myanmar?
3. Negara atau perusahaan mana saja yang bermain di pusaran konflik ini.
Ternyata di Provinsi Rakhine dimana etnis Rohingya bermukim, adaSHWE NATURAL GAS PROJECT (Shwe dlm bahasa Myanmar artinya adalah Emas) dimana terdapat salah satu cadangan gas raksasa di dunia yg dikuasai oleh Pertamina nya Myanmar "Myanmar Oil and Gas Enterprise" (MOGE). Perusahaan ini merupakan kepunyaan dan dioperasikan oleh JUNTA MILITER Myanmar.
Dan pembeli terbesarnya adalah Pertamina nya Cina "China National Petroleum Cooperation" CNPC yg disalurkan lewat pipa minyak dan gas bumi ke Provinsi Yunnan, Guizhou dan Guangxi Cina.
Menurut laporan dari Kantor Berita Cina "Xinhua" pada 2013 yll, Proyek pipa tersebut terdiri dari pipa minyak mentah dan pipa gas alam, yang mengalir dari pelabuhan Kyaukpyu di pantai barat Myanmar ke Ruili di Propinsi Yunnan China. Pipa minyak mentah tersebut dimasukkan ke dalam operasi formal bulan lalu, sementara pipa gas mulai beroperasi penuh pada 2013.
Pipa minyak juga ditanam berdampingan, ini adalah rencana Cina untuk menampung minyak dari Timur Tengah dan Afrika, sehingga tidak perlu pengapalan melewati jalur Selat Malaka.
Proyek ini penting untuk pembangunan konektivitas dan infrastruktur di antara koridor ekonomi Bangladesh, China, India dan Myanmar (BCIM), serta China dan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN).
Untuk anda ketahui 80% gas dari Shwe project mengalir ke Cina selama 30 tahun (saya jadi teringat lapangan Gas Tangguh Papua yg hampir semuanya diekspor dan menyisakan sedikit untuk Indonesia), berikut laporan laman "Myanmar Eleven":
Sebuah laporan berjudul "Myanmar's natural resources ownership, management, income sharing and impact" yang dilakukan oleh Pusat Urusan Kepentingan Etnis mengatakan bahwa proyek gas alam Shwe di lepas pantai Rakhine memiliki kapasitas produksi gas alam sehari-hari sebesar 500 juta kaki kubik dan 80 persen dari itu akan diekspor ke China selama 30 tahun.
Hanya sekitar 100 juta kaki kubik yang akan dikirim ke Kyaukpyu di negara bagian Rakhine yang miskin, kata laporan tersebut.
Myanmar menerima hanya US $ 13,8 juta per tahun dari sewa lahan untuk pipa gas yang membentang hampir 800km dari Negara Rakhine ke China. Pipa minyak berjalan paralel dari sebuah pulau di dekat pelabuhan Kyaukphyu. Pipa minyak mengirim sekitar 22 juta ton per tahun ke China dari Negara Bagian Rakhine, yang merupakan salah satu daerah termiskin di Myanmar dengan sebagian besar warganya tinggal dalam kondisi buruk.
Siapa Investor Shwe Projects?
Berikut nama perusahaan yang memiliki ladang gas Shwe Project:
Daewoo International South Korea 51%
Oil and Natural Gas Corporation, ONGC Videsh, India 17.5%
Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE), Burma 15%
Korean Gas Corporation, KOGAS, South Korea 8.5%
Gas Authority of India Limited, GAIL, India 8.5%
Shwe Projects Awal Pelanggaran HAM
Untuk anda ketahui, Proyek Shwe ini sudah ditentang oleh LSM Internasional yaitu Shwe Gas Movement sejak 2006, alasan penentangan dan petisi mereka adalah Korea Gas Corporation (KOGAS), sebuah perusahaan publik yang proyek pengembangan sumber daya alam asing berada di bawah kendali pemerintah Korea, telah terlibat dalam sebuah proyek pembangunan besar di Burma, yang dikenal sebagai Proyek Minyak Alam Shwe (Shwe Project).
Penelitian kami mengenai proyek ini, tujuannya, dan penilaian terhadap pertunangan serupa di Burma membuat kami menduga bahwa Proyek Shwe akan menghasilkan pola pelanggaran hak asasi manusia yang parah.
Pengalaman pengembangan pipa gas sebelumnya di Burma pada 1990-an memberikan banyak bukti mengenai konsekuensi keterlibatan militer militer negara tersebut dalam keamanan dan konstruksi pipa: penggunaan paksa dari kerja paksa, pemindahan paksa penduduk setempat dan penggunaan penyiksaan, pemerkosaan , dan eksekusi di luar hukum untuk mengintimidasi penduduk.
Kerja paksa mendapat perhatian khusus: pada tahun 2000, Badan Pengurus Internasional (ILO) meminta anggota-anggotanya, yang mencakup pemerintah Korea, untuk meninjau kembali hubungan mereka dengan Burma karena kekhawatiran tentang praktik pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah Birma tenaga kerja.
membantu mengurangi pengaruh China yang tumbuh di wilayah ini. Peningkatan perdagangan dan penjualan senjata India ke Burma merupakan indikasi pergeserannya untuk bekerja dengan rezim tersebut.
bahwa gas Bangladesh akan diekspor ke India. Bangladesh memiliki sejarah produksi gas domestik yang sukses yang sekarang mengisi sebagian besar pembangkit listrik dan kebutuhan memasaknya. Ini hanya dimungkinkan setelah pertempuran keras oleh gerakan Bangladesh yang memprioritaskan kebutuhan dasar masyarakat mereka di atas mengekspor sumber daya ke India. Gerakan rakyat Bangladesh juga menolak jaringan Shwe dalam solidaritas dengan rakyat Burma.
Shwe Project Dalam OBOR Inisiatif
Lebih jauh lagi, dalam skala regional dan global, Proyek Shwe masuk dalam initiative Cina, "One Belt One Road" atau OBOR dimana bertujuan membangun jalur perdagangan global dgn cara membangun jalur distribusi dari Malaysia, melewati Cina utara sampai Belanda dan Spanyol.
Proyek Gas Shwe sudah tercantum dalam OBOR Planning, lihat panah (dok: MERCS)Kemunculan OBOR initiative selain karena kekuatan ekonomi yang dimiliki China nampaknya juga berhubungan dengan kondisi domestik China saat ini. Menurut Prof. Li Yangning dari Guangdong University of Foreign Affairs, hari ini China sedang mengalami tantangan karena kehilangan daya saing disebabkan karena upah buruh yang terus naik, mata uang renminbi undervalue.
China sangat bergantung pada negara lain dalam pemenuhan energi, meningkatnya jumlah kendaraan, meningkatnya harga tanah. Walaupun terjadi pertumbuhan ekonomi, tetapi banyak juga yang harus didanai oleh China di dalam negeri.
OBOR initiative menurut saya adalah upaya untuk menghadapi tantangan tersebut, yaitu China yang mulai kehilangan daya saing. Bahwa dengan dibangunnya OBOR, China dapat terhubung dengan lebih baik dengan negara-negara pemasok kebutuhan energi. Sebaliknya dapat melakukan ekspor barang-barangnya dengan lebih efisien, sementara itu daerah- daerah yang dilewati oleh OBOR akan mendapat keuntungan karena mempermudah akses perdangan di daerah tersebut.
Untuk mewujudkan OBOR ini, Cina menawarkan pinjaman sebesar US$ 124 milyar utk pembangunan infrastruktur di berbagai negara Asia.
Solusi Untuk Rohingya
Tidak lain tidak bukan adalah menekan dengan sekeras-keras nya Pemerintah Myanmar di bidang politik, untuk mengakui Etnis Rohingya sebagai grup etnik yang diakui syah di konstitusi Myanmar.
Menurut UU Kewarganegaraan tahun 1982, etnis Rohingya tidak diakui sebagai warga negara alias "anak haram" bagi Myanmar.
Jadi tidak heran pada akhirnya Rohingya di diskriminasi dan terusir, apalagi di Rakhine ada proyek sumber daya alam sekelas "Freeport" nya Myanmar di sana...
No comments:
Post a Comment